Pernikahan harus disambut dengan Ilmu
Senin, 04 September 2017
BTB,
cantikshalihah,
SekolahBidadariSurga
0
komentar
Sepucuk Surat Untuk Suamiku
Assalammu’alaiki yaa Jauzy...
Surat ini aku tulis dengan rindu dalam taat saat
penantianku. Saat undangan pernikahan terus berdatangan ke rumahku dari teman
SD sampai teman bangku kuliah, sepertinya aku cemburu dalam rinduku padamu,
tapi apadaya mungkin saat ku tulis surat ini, ini bukan waktu yang tepat
menurut Allah.
Surat ini aku tulis di hari ke-2 tasyrik, 12 Dzulhijjah tahun
1438 H yang didalamnya terdapat keutamaan untuk senantiasa memperbanyak doa dan
berdzikir mengingat Allah. Begitupun aku, saat ini aku pun tak lupa untuk
memanjatkan doa-doa pada Allah untuk segera mempertemukan kita dan mempersatukan
kita dalam ikatan yang halal. Mudah-mudahan ini adalah hari tasyrik terakhir
ganjilku.
Wahai suamiku,
Ah, aku mesti bilang apa ya
padamu..? A-a ala sunda, mas ala jawa atau abang ala sumatera, aku juga tak
tahu. Aku grogi nih :P
Hal terpenting yang harus kau tahu
suamiku, aku mencintaimu karena Allah, Uhibbuki
fillah..<3. Dasar kecintaatku kepadamu hanya ku niatkan karena Allah,
itulah sebabnya aku memilihmu bukan lantaran karena ketampananmu, bukan jua
lantaran karena hartamu, ataupun karena kecenya nasab keturunanmu. Aku memilihmu
karena Rasulku memerintahkanku untuk memilihmu lebih karena Din Islam yang kau
emban ini kemudian tak terduga Allah jadikan urusan ini mudah untuk kita cepat
bersama. Kalaupun ada terselip niat-niat lain, tapi sesungguhnya aku ingin aku
dan dirimu bersama-sama meluruskan niat kita bersama untuk Allah saja. Walaupun
ada sedikit banyak dari semua itu menjadi bagian dari pertimbanganku juga untuk
bersama-sama mengikatnya dalam pernikahan ini, karena aku tidak menafikkan itu,
kau yang santun tercermin dari akhlakmu, kau yang lahir dari keluarga baik-baik
yang meyakinkanku bahwa keluargamu pun akan mendidikmu dengan cara yang baik
pula.
Wahai
suamiku, sering terpikir dalam pikiranku bila kau menikahiku karena parasku,
atau karena hartaku atau karena nasabku. Parasku tak cantik tak rupawan, bukan
pula perempuan semampai dengan halis rapihnya ataupun semerbak aroma yang
tersebar dijalan-jalan. Apalah aku, aku tak punya apa-apa kaarena aku hanya si
sulung dari 4 bersaudara. Aku bukan pula pewaris tahta dari putra keturunan
raja.
Selama kau belum datang mengetuk pintu rumahku dan menjelaskan
maksud kedatanganmu, aku disini sedang mempersiapkan diriku untuk menata dan
memperbaiki setiap perjalanan waktu dan kesempatan yang tersisa. Aku juga
mempersiapkan penjagaan terhadap iman, hati dan diriku. Seperti halnya
akhir-akhir ini saat ku tuliskan surat ini untukmu, aku menonton banyak sekali
kajian di youtube bertemakan pernikahan dengan banyak ragam penyampaian oleh
ustadz-ustadz sejagat raya selama bahasanya adalah bahasa ibuku dan bahasa
dengan tampilan subtitle, bahkan aku mencatatnya menjadi satu notebook dengan
tema pernikahan. Penyampaian tentang pernikahan ini hampir diberikan dari
asatidz yang sudah menikah dan terlihat begitu mudah, tapi didalamnya aku tahu
ini bukanlah hal yang mudah begitu aja terlebih dalam hal niat. Pada satu titik
akhirnya aku benar-benar harus banyak belajar tentang bagaimana menjalankan
kewajibanku dan bagaimana meminta hakku dalam rumah tangga denganmu. Karena pernikahan
juga tak selalu berjalan mulus tanpa hambatan, aku yakin entah mengapa
pertengkaran kecil bahkan bisa jadi membesar pun tentu ada, oleh sebab itu aku
belajar untuk senantiasa mengendalikan amarahku mulai hari ini. Bukan hanya
itu, aku juga lebih sering datang ke toko buku atau melihat-lihat koleksi
buku-buku tentang penikahan, dari mulai judul yang tak asing seperti, bekal
penikahan, kado untuk pengantin, sampai bukunya iwan januar bukan pernikahan
cinderella sudah mulai aku komitenkan untuk dibaca, hal seperti tentu belum
cukup untuk membantuku. Oia, yang paling menarik saat aku menemukan buku dengan
judul “kesalahan-kesalahan fatal akibat marah kepada suami” dengan jumlah
halaman tak genap 200 membuat akhirnya aku benar-benar ingin mempersiapkan
segalanya menjadi lebih awal, sehingga ketika Allah nanti mempertemukan kita
dalam ikatan halal, mungkin aku tidak bisa menghalau datangnya problematika ujian
rumah tangga yang dihadapi tapi setidaknya aku sanggup melaluinya dengan cara
yang benar agar setan penggoda tak kan bisa bertepuk tangan melihat
pertengkaran kita.
Sungguh hal lain yang aku sadari adalah bahwa tujuan dari
pernikahan ini adalah untuk melanjutkan keturunan nantinya, aku juga sedang dan
sembari mempersiapkan diriku untuk menjadi ibu dikemudian hari, aku juga
mengikuti seminar-seminar tentang parenting, hahaha. Aku ingat betul betapa
tahun lalu aku mengikuti agenda salah satu seminar parenting di Cikarang dengan
pembicara yang saat itu asing bagiku, ia akrab dipanggil abah ihsan, seminar
bersama beliau selama 2 hari menjadikanku sadar betul bahwa anugrah seorang
anak adalah hal terindah bagi orangtuanya tapi kebanyakan orangtua salah
bagaimana menjadikan anak itu anugrah, karena ini memang diperuntukkan untuk
orangtua, dibeberapa sesi ada curhatan suami istri yang dipandu oleh abah, saat
itulah aku merasa baper dan sendiri, hahaha. Sambil berbisik, nanti aku akan
mengajak mu ikut seminar ini nanti setelah kita menikah. Hal lainnya aku juga
sedang berupaya menyusun konsep pengajaran beralur dari usia 0-12 tahun untuk mendidik
anak kita karena aku nanti adalah seorang madrasatul ula. Aku sudah membeli
beberapa buku pengasuhan anak, buku persiapan kehamilan, buku seni memijat
anak, sampai buku mpasi aku persiapkan beberapa aku juga mengikuti bedah modul
pendidikan anak usia dini, yah walaupun aku tahu disesi pertanyaan aku hanya
terdiam terpanan membaca pertanyaan ibu-ibu yang curhat tentang problematika
anaknya, terkadang aku tak sadar, Ya Allah aku nikah aja belum, malah fokus
mikirin anak. Selain itu, aku juga berupaya mendisiplankan diriku, aku sudah
mulai membiaskan diri dalam hal urusan pekerjaan rumah tangga mengaturnya
seperti urusan ini juga bagian dariku, mungkin dari hal terkecil seperti
mencuci piring saat aku ke dapur, tidak menjadikannya tertumpuk lalu aku kerjakan
besok, menjadi sosok ibu yang cekatanlah. Aku juga mulai belajar masak, masakah
masakan rumahan saja tentunya, walaupun belum banyak resep yang aku pelajari
tapi sungguh aku akan belajar mencobanya. Dan tentang banyak hal lain yang itu
menjadi pr bagiku, aku harapkan ketika kau datang disaat pr pr ini belum
terselesaikan bantu aku megerjakan pr ini bersamaan yaa...
Sebenarnya, wahai suamiku aku juga tak henti terus meminta
doa pada ayah dan ibuku agar aku segera dipertemukan olehmu, aku haru saat
sekali saat mendengar isakan tangis lembut dari ibuku yang memohon pada Allah
agar aku segera menikah. Allah lah yang Kuasa yang akan mempertemukan kita
diwaktu yang tepat.
Wahai suamiku,
Ketika kau belum menjadi laki-laki pertamaku, laki-laki
pertama yang namanya sekalu ada dihatiku adalah ayahku, bahkan ketika ada
seseorang atau siapapun bertanya tentang kriteria jodohku, aku akan mantap
menjawab, “seperti ayahku...” Bagiku ayah atau sosok yang aku sebut dengan
panggilan abi, adalah ayah yang luar biasa. Maka, aku harap kau bisa belajar
dari ayahku nanti. Abi adalah ayah yang terbilang tak pernah marah mengapa aku
bilang tak pernah karena aku bahkan sampai tidak tahu rasanya dimarahin dan lupa
kapan terakhir abi marah. Abi sangat piawai menjaga amarahnya sehingga dalam
rumah tangganya bersama umi aku tidak mendapati keluarga kami ribut sampai
berhari-hari atau bentakan-bentakan kasar yang keluar dari mulutnya, aku
berharap bukan hanya kau tapi kita tentu akan sama-sama mengendalikan
amarah-amarah. Abi juga selalu membantu kami, saat cucian itu mungkin sudah
melebihi kapasitas truk angkutan pasir, atau cucian piring seperti
dihajatan-hajatan aku melihat abi membantu kami mengerjakannya kebetulan kami
tidak dibantu seorangpun asisten rumah tangga. Saat ku tanya, “bi, udaah nanti
sama hikmah ajaa.. “ abi malah jawab “ga apa-apa teh, orang abi lagi mauu...”
ah, Ya Allah berikan kemudahan dan keberkahan pada orantuaku... jika aku masih
belum bisa menstandarkan calonku seperti Nabi Muhammad Sallahu’alaihi wassalam
yang super duper luar biasa, setidaknya aku memiliki sosok terdekat yang yang
menggambarkan kehidupan rumah tangga juga. Yah walaupun aku juga akan juga
menyamakan mu sama dengan ayahku, karena aku sadar jodohku bukanlah orang yang
sempurna.
Wahai suamiku,
Aku juga punya banyak impian untuk mengisi pelayaran
bersama kita. Suamiku, aku ingin sekali menjadikan pernikahan kita menjadi
ibadah dengan limpahan pahala, aku juga ingin pernikahan ini menjadikan kita
bekal menuju surga untuk tak hanya hidup sekedar hidup tapi sehidup sesurga. Oleh
sebab itu wahai suamiku, hal yang pertama yang ingin aku lakukan bersamamu
adalah menghafal Quran bersama lantas caranya bagaimana? Aku ingin kau dan aku
mengikuti Dauroh Quran di mega mendung selama 40 hari bersama Al-Quran, tentu
hal ini bukan hanya untuk kita tetapi kita akan belajar bersama mendidik anak
kita menjadi generasi pejuang dan pejaga Al-Quran. Walaupun tidak ada niatan
sedikitpun dalam hatiku mendidik anakku untuk mengikuti acara perlombaan di
televisi, aku ingin anak-anak kita kelak menjadi para mujtahid dan mujahid,
bagaimana seorang mujtahid tanpa tidak punya kemampuan menghafal Al-Quran.
Aku juga ingin kita mengikuti program Parenting Nabawiyah
yang diampu oleh ustadz Budi Ashari programnya selama 1 tahun, kenapa aku
memilih unuk itu, aku ingin pendidikan anak kita nanti bukan hanya bersandar
pada teori-teori yang dikemukakan barat, aku ingin anak kita tumbuh dengan
pendidikan dari nabinya. Dan aku mohon kau bisa bersama untuk hal ini. Kemudian
aku juga ingin mengajakmu mengikuti seminar dari abah ihsan dan program
lanjutannya di Sekolah orangtua menjadi orangtua shaleh. Selebihnya aku belum
memikirkannya lagi.
Wahai suamiku,
Tapi itu semua hanya
keinginan-keinginan yang ada dibenakku, aku tidak tahu apa yang akan aku jalani
besok, bagaiman kondisiku besok, atau bahkan aku terpikir bahwa apakah surat
ini sampai ke tanganmu atau tidak. Kita disatukan dengan banyak perbedaan hal,
kau yang membawa banyak hal dari masa lalumu dulu dan aku pun sama aku yang
dengan masa laluku. Aku harap kita akan sama-sama saling mengisi dan
melengkapi. Aku bukanlah wanita sempurna yang turun dari surga kau pun begitu
bukalah seorang laki-laki yang turun dari surga, maka kau bukanlah hal yang
sempurna, yang aku tahu kau adalah laki-laki tepat yang diberikan Allah
untukku. Aku akan menerimamu apa adanya karena Allah, aku akan berusaha mencari
ridha Allah dalam keridhaanmu. Bersama dalam taat, InsyaAllah hidup kita akan
berkah.
Dengan
Cinta
Istrimu,
Hikmah
Langganan:
Postingan (Atom)