Minggu, 24 September 2017 0 komentar

Pernikahan harus disambut dengan Ilmu

Senin, 04 September 2017 0 komentar

Sepucuk Surat Untuk Suamiku

Assalammu’alaiki yaa Jauzy...
Surat ini aku tulis dengan rindu dalam taat saat penantianku. Saat undangan pernikahan terus berdatangan ke rumahku dari teman SD sampai teman bangku kuliah, sepertinya aku cemburu dalam rinduku padamu, tapi apadaya mungkin saat ku tulis surat ini, ini bukan waktu yang tepat menurut Allah.  
Surat ini aku tulis di hari ke-2 tasyrik, 12 Dzulhijjah tahun 1438 H yang didalamnya terdapat keutamaan untuk senantiasa memperbanyak doa dan berdzikir mengingat Allah. Begitupun aku, saat ini aku pun tak lupa untuk memanjatkan doa-doa pada Allah untuk segera mempertemukan kita dan mempersatukan kita dalam ikatan yang halal. Mudah-mudahan ini adalah hari tasyrik terakhir ganjilku.

                Wahai suamiku,
                Ah, aku mesti bilang apa ya padamu..? A-a ala sunda, mas ala jawa atau abang ala sumatera, aku juga tak tahu. Aku grogi nih :P
                Hal terpenting yang harus kau tahu suamiku, aku mencintaimu karena Allah, Uhibbuki fillah..<3. Dasar kecintaatku kepadamu hanya ku niatkan karena Allah, itulah sebabnya aku memilihmu bukan lantaran karena ketampananmu, bukan jua lantaran karena hartamu, ataupun karena kecenya nasab keturunanmu. Aku memilihmu karena Rasulku memerintahkanku untuk memilihmu lebih karena Din Islam yang kau emban ini kemudian tak terduga Allah jadikan urusan ini mudah untuk kita cepat bersama. Kalaupun ada terselip niat-niat lain, tapi sesungguhnya aku ingin aku dan dirimu bersama-sama meluruskan niat kita bersama untuk Allah saja. Walaupun ada sedikit banyak dari semua itu menjadi bagian dari pertimbanganku juga untuk bersama-sama mengikatnya dalam pernikahan ini, karena aku tidak menafikkan itu, kau yang santun tercermin dari akhlakmu, kau yang lahir dari keluarga baik-baik yang meyakinkanku bahwa keluargamu pun akan mendidikmu dengan cara yang baik pula.  

Wahai suamiku, sering terpikir dalam pikiranku bila kau menikahiku karena parasku, atau karena hartaku atau karena nasabku. Parasku tak cantik tak rupawan, bukan pula perempuan semampai dengan halis rapihnya ataupun semerbak aroma yang tersebar dijalan-jalan. Apalah aku, aku tak punya apa-apa kaarena aku hanya si sulung dari 4 bersaudara. Aku bukan pula pewaris tahta dari putra keturunan raja.
Selama kau belum datang mengetuk pintu rumahku dan menjelaskan maksud kedatanganmu, aku disini sedang mempersiapkan diriku untuk menata dan memperbaiki setiap perjalanan waktu dan kesempatan yang tersisa. Aku juga mempersiapkan penjagaan terhadap iman, hati dan diriku. Seperti halnya akhir-akhir ini saat ku tuliskan surat ini untukmu, aku menonton banyak sekali kajian di youtube bertemakan pernikahan dengan banyak ragam penyampaian oleh ustadz-ustadz sejagat raya selama bahasanya adalah bahasa ibuku dan bahasa dengan tampilan subtitle, bahkan aku mencatatnya menjadi satu notebook dengan tema pernikahan. Penyampaian tentang pernikahan ini hampir diberikan dari asatidz yang sudah menikah dan terlihat begitu mudah, tapi didalamnya aku tahu ini bukanlah hal yang mudah begitu aja terlebih dalam hal niat. Pada satu titik akhirnya aku benar-benar harus banyak belajar tentang bagaimana menjalankan kewajibanku dan bagaimana meminta hakku dalam rumah tangga denganmu. Karena pernikahan juga tak selalu berjalan mulus tanpa hambatan, aku yakin entah mengapa pertengkaran kecil bahkan bisa jadi membesar pun tentu ada, oleh sebab itu aku belajar untuk senantiasa mengendalikan amarahku mulai hari ini. Bukan hanya itu, aku juga lebih sering datang ke toko buku atau melihat-lihat koleksi buku-buku tentang penikahan, dari mulai judul yang tak asing seperti, bekal penikahan, kado untuk pengantin, sampai bukunya iwan januar bukan pernikahan cinderella sudah mulai aku komitenkan untuk dibaca, hal seperti tentu belum cukup untuk membantuku. Oia, yang paling menarik saat aku menemukan buku dengan judul “kesalahan-kesalahan fatal akibat marah kepada suami” dengan jumlah halaman tak genap 200 membuat akhirnya aku benar-benar ingin mempersiapkan segalanya menjadi lebih awal, sehingga ketika Allah nanti mempertemukan kita dalam ikatan halal, mungkin aku tidak bisa menghalau datangnya problematika ujian rumah tangga yang dihadapi tapi setidaknya aku sanggup melaluinya dengan cara yang benar agar setan penggoda tak kan bisa bertepuk tangan melihat pertengkaran kita.
Sungguh hal lain yang aku sadari adalah bahwa tujuan dari pernikahan ini adalah untuk melanjutkan keturunan nantinya, aku juga sedang dan sembari mempersiapkan diriku untuk menjadi ibu dikemudian hari, aku juga mengikuti seminar-seminar tentang parenting, hahaha. Aku ingat betul betapa tahun lalu aku mengikuti agenda salah satu seminar parenting di Cikarang dengan pembicara yang saat itu asing bagiku, ia akrab dipanggil abah ihsan, seminar bersama beliau selama 2 hari menjadikanku sadar betul bahwa anugrah seorang anak adalah hal terindah bagi orangtuanya tapi kebanyakan orangtua salah bagaimana menjadikan anak itu anugrah, karena ini memang diperuntukkan untuk orangtua, dibeberapa sesi ada curhatan suami istri yang dipandu oleh abah, saat itulah aku merasa baper dan sendiri, hahaha. Sambil berbisik, nanti aku akan mengajak mu ikut seminar ini nanti setelah kita menikah. Hal lainnya aku juga sedang berupaya menyusun konsep pengajaran beralur dari usia 0-12 tahun untuk mendidik anak kita karena aku nanti adalah seorang madrasatul ula. Aku sudah membeli beberapa buku pengasuhan anak, buku persiapan kehamilan, buku seni memijat anak, sampai buku mpasi aku persiapkan beberapa aku juga mengikuti bedah modul pendidikan anak usia dini, yah walaupun aku tahu disesi pertanyaan aku hanya terdiam terpanan membaca pertanyaan ibu-ibu yang curhat tentang problematika anaknya, terkadang aku tak sadar, Ya Allah aku nikah aja belum, malah fokus mikirin anak. Selain itu, aku juga berupaya mendisiplankan diriku, aku sudah mulai membiaskan diri dalam hal urusan pekerjaan rumah tangga mengaturnya seperti urusan ini juga bagian dariku, mungkin dari hal terkecil seperti mencuci piring saat aku ke dapur, tidak menjadikannya tertumpuk lalu aku kerjakan besok, menjadi sosok ibu yang cekatanlah. Aku juga mulai belajar masak, masakah masakan rumahan saja tentunya, walaupun belum banyak resep yang aku pelajari tapi sungguh aku akan belajar mencobanya. Dan tentang banyak hal lain yang itu menjadi pr bagiku, aku harapkan ketika kau datang disaat pr pr ini belum terselesaikan bantu aku megerjakan pr ini bersamaan yaa...
Sebenarnya, wahai suamiku aku juga tak henti terus meminta doa pada ayah dan ibuku agar aku segera dipertemukan olehmu, aku haru saat sekali saat mendengar isakan tangis lembut dari ibuku yang memohon pada Allah agar aku segera menikah. Allah lah yang Kuasa yang akan mempertemukan kita diwaktu yang tepat.

Wahai suamiku,
Ketika kau belum menjadi laki-laki pertamaku, laki-laki pertama yang namanya sekalu ada dihatiku adalah ayahku, bahkan ketika ada seseorang atau siapapun bertanya tentang kriteria jodohku, aku akan mantap menjawab, “seperti ayahku...” Bagiku ayah atau sosok yang aku sebut dengan panggilan abi, adalah ayah yang luar biasa. Maka, aku harap kau bisa belajar dari ayahku nanti. Abi adalah ayah yang terbilang tak pernah marah mengapa aku bilang tak pernah karena aku bahkan sampai tidak tahu rasanya dimarahin dan lupa kapan terakhir abi marah. Abi sangat piawai menjaga amarahnya sehingga dalam rumah tangganya bersama umi aku tidak mendapati keluarga kami ribut sampai berhari-hari atau bentakan-bentakan kasar yang keluar dari mulutnya, aku berharap bukan hanya kau tapi kita tentu akan sama-sama mengendalikan amarah-amarah. Abi juga selalu membantu kami, saat cucian itu mungkin sudah melebihi kapasitas truk angkutan pasir, atau cucian piring seperti dihajatan-hajatan aku melihat abi membantu kami mengerjakannya kebetulan kami tidak dibantu seorangpun asisten rumah tangga. Saat ku tanya, “bi, udaah nanti sama hikmah ajaa.. “ abi malah jawab “ga apa-apa teh, orang abi lagi mauu...” ah, Ya Allah berikan kemudahan dan keberkahan pada orantuaku... jika aku masih belum bisa menstandarkan calonku seperti Nabi Muhammad Sallahu’alaihi wassalam yang super duper luar biasa, setidaknya aku memiliki sosok terdekat yang yang menggambarkan kehidupan rumah tangga juga. Yah walaupun aku juga akan juga menyamakan mu sama dengan ayahku, karena aku sadar jodohku bukanlah orang yang sempurna.
Wahai suamiku,
Aku juga punya banyak impian untuk mengisi pelayaran bersama kita. Suamiku, aku ingin sekali menjadikan pernikahan kita menjadi ibadah dengan limpahan pahala, aku juga ingin pernikahan ini menjadikan kita bekal menuju surga untuk tak hanya hidup sekedar hidup tapi sehidup sesurga. Oleh sebab itu wahai suamiku, hal yang pertama yang ingin aku lakukan bersamamu adalah menghafal Quran bersama lantas caranya bagaimana? Aku ingin kau dan aku mengikuti Dauroh Quran di mega mendung selama 40 hari bersama Al-Quran, tentu hal ini bukan hanya untuk kita tetapi kita akan belajar bersama mendidik anak kita menjadi generasi pejuang dan pejaga Al-Quran. Walaupun tidak ada niatan sedikitpun dalam hatiku mendidik anakku untuk mengikuti acara perlombaan di televisi, aku ingin anak-anak kita kelak menjadi para mujtahid dan mujahid, bagaimana seorang mujtahid tanpa tidak punya kemampuan menghafal Al-Quran.
Aku juga ingin kita mengikuti program Parenting Nabawiyah yang diampu oleh ustadz Budi Ashari programnya selama 1 tahun, kenapa aku memilih unuk itu, aku ingin pendidikan anak kita nanti bukan hanya bersandar pada teori-teori yang dikemukakan barat, aku ingin anak kita tumbuh dengan pendidikan dari nabinya. Dan aku mohon kau bisa bersama untuk hal ini. Kemudian aku juga ingin mengajakmu mengikuti seminar dari abah ihsan dan program lanjutannya di Sekolah orangtua menjadi orangtua shaleh. Selebihnya aku belum memikirkannya lagi.

                Wahai suamiku,
                Tapi itu semua hanya keinginan-keinginan yang ada dibenakku, aku tidak tahu apa yang akan aku jalani besok, bagaiman kondisiku besok, atau bahkan aku terpikir bahwa apakah surat ini sampai ke tanganmu atau tidak. Kita disatukan dengan banyak perbedaan hal, kau yang membawa banyak hal dari masa lalumu dulu dan aku pun sama aku yang dengan masa laluku. Aku harap kita akan sama-sama saling mengisi dan melengkapi. Aku bukanlah wanita sempurna yang turun dari surga kau pun begitu bukalah seorang laki-laki yang turun dari surga, maka kau bukanlah hal yang sempurna, yang aku tahu kau adalah laki-laki tepat yang diberikan Allah untukku. Aku akan menerimamu apa adanya karena Allah, aku akan berusaha mencari ridha Allah dalam keridhaanmu. Bersama dalam taat, InsyaAllah hidup kita akan berkah.



                                                                                                                                                               
Dengan Cinta

                                                                                                                                                                Istrimu, Hikmah 
 
;